Jumat, 15 Mei 2009

Indonesia Cari 30 Operator WIMAX

Pemerintah berharap bisa mendapatkan total 30 penyelenggara akses pita lebar Wimax saat tender broadband wireless access (BWA) digelar pertengahan Juni mendatang.


Tender BWA di pita frekuensi 2,3 GHz itu akan dibuka untuk 15 zona wilayah di Indonesia, yakni Sumatera Bagian Utara, Tengah, dan Selatan, Jabodetabek, Jawa Bagian Barat, Tengah, dan Timur.

Kemudian, Bali Nusa Tenggara, Papua, Maluku dan Maluku Utara, Sulawesi Bagian Selatan dan Utara, Kalimantan Bagian Barat dan Timur, serta Kepulauan Riau.

"Idealnya ada dua operator Wimax di setiap zona wilayah," kata Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar yang dikutip detikINET, Senin (11/5/2009).

Saat penutupan prakualifikasi tender minggu lalu, ada 73 perusahaan telekomunikasi yang mengambil dokumen seleksi. Namun, pemerintah masih belum juga mengumumkan harga dasar penawaran (reserved price) meski telah melewati tahap penjelasan lelang (anweijziing) pada Jumat lalu.

Isu yang beredar menyebutkan, harga dasar penawaran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 32 miliar dan terendah Rp 160 juta. Hal ini tak dibantah tegas Kepala Pusat Informasi Depkominfo, Gatot S Dewa Broto.

"Saya belum tahu pasti karena harga yang kami tawarkan belum di-approve Menteri Keuangan," kilahnya saat dikonfirmasi detikINET. Gatot juga menolak untuk menyebutkan harga yang dimaksud.

Bakal Sukses?

Jika nantinya pemenang tender BWA telah ditetapkan, Dirjen kembali menegaskan soal penggunaan perangkat Wimax dengan kandungan lokal. "Saya tak peduli pakai vendor apa, yang pasti harus ada kandungan lokal minimal 40%."

Ia pun yakin, inisiatifnya mendahulukan perusahaan lokal untuk mengembangkan BWA tidak salah. Bahkan sebaliknya, Wimax lokal dipercaya akan mendulang kesuksesan.

"Saya yakin tidak akan gagal," tegasnya. "Keyakinan saya didukung oleh instruksi presiden. Terlebih, ini momentum bagus bagi Indonesia untuk memajukan industri lokal," lanjut Basuki.

Indonesia selama ini memang cuma dijadikan pasar oleh para perusahaan penyedia jaringan dan perangkat telekomunikasi asing. Dari kisaran nilai bisnis telekomunikasi tahun lalu yang mencapai Rp 70 triliun, lokal cuma kebagian tak lebih dari 3%. Sementara sisanya dibawa ke luar oleh asing.

Fakta itu tentu sangat merugikan Indonesia. Industri dalam negeri cuma bisa jadi penonton di negeri sendiri. Oleh sebab itu, Basuki ingin sekali merubah pakem industri untuk lebih mengutamakan konten lokal, meski kualitasnya juga masih dipertanyakan banyak kalangan.

"Ini bukan berarti saya anti asing. Tidak. Saya hanya ingin lokal mampu bersaing dengan asing. Nanti, jika pada saatnya sudah bisa sejajar. Proteksi lokal akan saya kembalikan ke pasar bebas."

"Saya sadar kebijakan yang kami ambil tidak populis dan mengundang keraguan. Namun ini momentum Indonesia. Kita harus menjadi orang yang optimistis, yang selalu melihat peluang dalam kesulitan. Jangan jadi pesimistis yang melihat kesulitan dalam peluang," tandas Basuki dalam filosofinya.


Post from detikcom/ yahoo news.com

0 komentar: